Terima Kasih, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan
Berita Bulutangkis

Terima Kasih, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan
Mungkin terlalu cepat saya mengucapkan ucapan terima kasih ini kepada Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Ucapan terima kasih ini bukan untuk mereka sebagai individu, tetapi untuk mereka berdua sebagai pasangan pemain ganda putra. Tahun 2016 mungkin bukan tahun yang baik bagi mereka. Sepanjang 2016 ini, prestasi terbaik mereka adalah juara Thailand Masters GPG pada Februari 2016 dengan mengalahkan pasangan Korea Kim Gi Jung/Kim Sa Rang di final. Selebihnya, mereka lebih banyak kalah di babak-babak awal.
Sebelum ini, banyak BL yang berpendapat Hendra/Ahsan menyimpan tenaga dan strategi untuk Olympic Rio 2016. Ya, Hendra/Ahsan memang bisa dikatakan sebagai ganda spesialis turnamen besar. Terbukti dengan gelar juara dunia 2013 dan 2015, All England 2014, SSF 2013 dan 2015, serta medali emas Asian Games 2014. Kekalahan demi kekalahan di babak babak awal sepanjang 2016 masih bisa dikatakan wajar, karena Hendra/Ahsan mengincar emas Olympic Rio 2016.
Harapan sangat besarpun dibebankan kepada Hendra/Ahsan untuk meraih emas di Olympic Rio 2016 dan menjadi peak performance mereka. Hal ini wajar karena status mereka sebagai unggulan kedua di bawah musuh bebuyutan Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong yang juga sama-sama berambisi meraih emas. Tapi, dramapun terjadi. Bukan salah satu dari kedua pasangan tersebut yang akhirnya meraih emas, melainkan ganda China Fu Haifeng/Zhang Nan yang ketiban durian runtuh dari drama yang terjadi di Olympic.
Mungkin drama pertandingan ganda putra di Olympic Rio 2016 tidak akan bisa dilupakan oleh saya sebagai penikmat badminton. Alih-alih menyaksikan final ideal Hendra Setiawan/M Ahsan vs Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong di babak final, justru kedua pasangan ini kalah sebelum semifinal. Lebih shock lagi, Hendra/Ahsan justru tidak lolos dari group D karena kalah 2 kali dari 3 kali bertanding. Menang cukup meyakinkan di pertandingan pertama grup D melawan ganda India Manu Attri/Reddy M. Sumeeth 21-18 21-13, justru di dua pertandingan selanjutnya, Hendra/Ahsan harus kalah dari ganda Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa dan ganda China Chai Biao/Hong Wei. Dua ganda Jepang dan China inilah yang akhirnya melaju ke babak perempatfinal, meskipun akhirnya mereka juga gagal membawa pulang medali perunggu sekalipun.
Usia memang tidak bisa berbohong. Permainan Hendra/Ahsan di lapangan saat ini sudah sangat berbeda jika dibandingkan pada tahun 2013 ketika mereka menjadi monster di sektor ganda putra, atau pada tahun 2014 ketika mereka mempecundangi Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong di kandangnya sendiri pada final Asian Games 2014.
Smash gledek Ahsan yang menjadi senjata utama untuk memborbardir lawan sudah jarang sekali terlihat. Sebagai BL, saya melihat adanya gairah dan motivasi yang berkurang dari seorang Ahsan. Berbeda lagi dengan Hendra Setiawan. Error Hendra yang semakin tidak terkontrol juga semakin mengurangi sisi “magic” dari pasangan ini. Dewa Hendra, begitulah sebutan para BL untuk dia karena pukulan-pukulannya yang tidak bisa ditebak arahnya, apalagi ketika dia berada di depan net. Ditambah lagi stamina, footwork dan chemistry dari pasangan ini sudah tidak sebagus dulu.
4 tahun berpasangan di nomor ganda putra mungkin juga membuat lawan-lawan mereka sudah mempelajari dan hafal dengan gaya permainan Hendra/Ahsan. Sempat menjadi monster dengan tidak terkalahkan di beberapa turnamen di 2013 dan menduduki posisi nomor 1 dunia pada periode 21 November 2013 hingga 7 Agustus 2014, konsistensi Hendra/Ahsan sedikit goyah dengan kemunculan ganda baru muka lama Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong dan Fu Haifeng/Zhang Nan. Semakin lama, permainan mereka semakin terbaca oleh lawan dan akhirnya sepanjang 2016 pun Hendra/Ahsan sudah beberapa kali kalah dari pemain dari luar top 10.
Korea Open Superseries 2016 adalah turnamen terakhir Hendra/Ahsan sebagai pasangan. Sayang sekali, the daddies, julukan Hendra/Ahsan (karena sudah memiliki anak), harus kalah di babak perempatfinal oleh pasangan muda China Li Junhui/Liu Yuchen. Ini adalah kekalahan keempat secara beruntun the daddies oleh pasangan muda China ini. Bahkan, the daddies kalah dengan relatif mudah 2 set langsung dibandingkan pertemuan sebelumnya pada minggu lalu di semifinal Japan Open 2016.
Dari pertandingan terakhir mereka tadi, saya melihat betapa Hendra/Ahsan terlihat kesulitan melawan ganda China yang sangat powerful. Bola-bola atas dari Hendra/Ahsan selalu menjadi smash empuk bagi pasangan China yang memang memiliki postur jangkung ini. Ditambah lagi Hendra/Ahsan yang lebih banyak melakukan error yang tidak penting karena akurasi pukulan yang terlihat sudah berkurang. Ya, Hendra/Ahsan sudah tidak segarang dulu, dan Li Junhui/Liu Yuchen sedang on fire setelah menjuarai Japan Open 2016.
Mulai Denmark Open SSP 2016, Hendra Setiawan akan dipasangkan dengan Rian Agung, sedangkan Mohammad Ahsan akan dipasangkan dengan Berry Angriawan. Mungkin ini menjadi solusi terbaik untuk mereka, dan untuk regenerasi bulutangkis Indonesia. Berry/Rian yang merupakan pasangan muda Indonesia, masih belum menunjukkan prestasi yang bagus hingga saat ini. Berpasangan dengan yang lebih senior diharapkan bisa menjadi suntikan semangat untuk berprestasi. Dan untuk Hendra/Ahsan, berpasangan dan membimbing yang lebih muda diharapkan bisa menjaga passion mereka di bulutangkis dan mengangkat prestasi junior mereka sebelum nantinya pensiun dengan segudang prestasi.
Apapun itu, Hendra/Ahsan masih memiliki waktu untuk menambah prestasi dengan pasangan baru mereka. Apalagi Ahsan yang usianya masih 29 tahun. Mereka masih sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia di kancah dunia, meskipun mungkin bukan sebagai pasangan lagi.
Terima kasih banyak Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan atas sumbangsih prestasinya selama ini untuk Indonesia. We will always miss you. All of you will be memorized as Indonesian badminton legend. Sekali lagi, terima kasih banyak.